Tampilkan postingan dengan label KISAH PARA RASUL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KISAH PARA RASUL. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Februari 2013

Cara YESUS menaklukan PAULUS




Kisah Para Rasul 26:12-23 ============================================= -23

Nats pembimbing: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”    (Mat 25:40)

==========================================================================================
Ada sebuah kisah tentang Raja Napoleon. Kisahnya begini:
Ketika menjelang akhir hidupnya, Napoleon dibuang ke pulau St. Helena, di tempat pembuangan itu dia melihat sebuah gambar yang digantung di dinding yang melukiskan kesengsaraan Tuhan Yesus Kristus. Segera setelah Napoleon menyimak gambar tersebut dia memanggil pengawal tahanan dan berkata, “... aku dan Alexander Agung, serta penakluk dunia yang lainnya menaklukan bangsa-bangsa dengan kuasa pedang dan penumpahan darah”. Kemudian sambil   menunjukkan tangannya ke arah gambar Kristus di dinding itu dan meneruskan , “namun Orang ini menaklukkan bangsa - bangsa dengan kasih  dan menumpahkan darahnya sendiri....”

Apa yang Paulus alami sungguh cocok dengan kisah Napoleon di atas. Paulus yang merupakan sebelumnya seorang penakluk orang Kristen, seorang yang memusuhi orang Kristen takluk kepada Yesus bukan semata-mata karena cahaya sorgawi yang dahsyat itu, tetapi karena kasih. Betapa tidak, Paulus sang penganiaya itu disapa dengan kasih: “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku ?” . Lebih daripada itu, Paulus pun diberi kesempatan menjadi pelayan dan saksi Tuhan Yesus (Kisah 26:16). Inilah kisah kasih perjumpaan Paulus dengan Yesus. Sebuah perjumpaan penghakiman yang penuh kasih sekaligus perjumpaan pertobatan dan pengutusan. Perjumpaan ini juga yang menjadi alat kesaksian Paulus kepada Herodes Agripa.

Bagaimana dengan kita ? Apakah kita telah mengalami perjumpaan itu ? Jika ya, bagaimana respon kita terhadap perjumpaan itu ?

Perjumpaan kita dengan Yesus, mungkin tidak sama persis dengan Paulus. Tetapi berbagai bentuk perjumpaan telah kita alami, dimulai dari ketika orang tua kita mengenal Yesus melalui pekerjaan pekabaran injil Riedel dan Schwarz serta penginjil-penginjil lainnya. Ketika Firman Tuhan kita baca dan dengar dimanapun juga. 

Tetapi juga perjumpaan kita dengan Yesus yang paling nyata adalah melalui perjumpaan kita dengan sesama kita yang oleh Injil Matius disebut sebagai “saudara yang paling hina”. Hal terbaik apa yang kita lakukan bagi mereka yang miskin, yang haus, yang lapar, yang telanjang, yang terpenjara, yang sakit, itulah perlakuan kita kepada Yesus. Itu jugalah bentuk perjumpaan kita dengan Yesus. Itulah kesaksian dan pelayanan kita.  

 Ataukah kita masih seperti “Paulus” yang dahulu yang menganiaya Yesus ? ...Amin (MyT, Terang Tondano Edisi 2)


KONSISTEN BerSAKSI


Kisah Para Rasul 26:1-11

Nats pembimbing: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”(Kisah 1:8)

 Dalam perikop ini, Paulus diberi kesempatan membela diri atas segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Namun sebenarnya yang dia lakukan bukan sekedar membela kepentingan diri sendiri melainkan membela kebenaran ajaran injil Yesus Kristus. Lebih tepatnya, Paulus sebenarnya bukan “terdakwa”, melainkan sebagai saksi dengan terdakwa adalah ajaran Injil yang dibawa Yesus kedalam dunia. 



Menjadi saksi telah menjadi tugas para rasul sebagaimana kesaksian Kisah Para Rasul 1:8, ketika Yesus berkata: “... Kamu akan menjadi saksiKu... sampai ke ujung bumi”. Hal inilah yang sementara dilakukan Rasul Paulus dalam bacaan ini. Ketika kesaksiannya ditentang,  dia tidak gentar sekalipun harus menghadap penguasa dalam hal ini Herodes Agripa. Justru dalam tantangan dan cercaan, dalam kesulitan, Paulus tetap tenang dan kemudian melahirkan sikap konsisten bersaksi tentang kebenaran Injil Kristus. Tantangan dijadikannya sebagai peluang penginjilan dan kesaksian. Hal mana dapat kita baca dalam perikop ini, bagaimana Paulus dalam pembelaan dan kesaksiannya menyinggung tentang pengharapan akan penggenapan janji Allah dan tentang kebangkitan orang mati. 

Bersaksi bagi Kristus, bukan hanya berarti mengkomunikasikan apa yang didengar dan dilihat, tetapi juga bersaksi melalui perilaku hidup mereka sendiri. Jadi pengertian saksi  dalam konteks kehidupan umat Kristiani lebih luas dari pengertian saksi dalam penggunaannya di pengadilan atau bahkan dalam penggunaan awal di pengadilan Athena, Yunani. Di pengadilan Athena dahulu, bahkan dalam pengadilan modern sekarang ini, seorang saksi  dalam kasus korupsi misalnya, cukup menjelaskan apakah ia mengetahui atau tidak mengetahui bahwa terdakwa korupsi atau tidak. Memberi keterangan saja sudah cukup. Hakim tidak akan bertanya : “apakah anda juga korupsi ?”. Lain halnya bersaksi tentang Kristus, kita bersaksi  tentang penderitaan dan kebangkitannya, tentang kebenaran injil, tetapi juga bersaksi tentang Kristus, langsung ditunjukan dengan penyangkalan diri, pertobatan dan sikap hidup sehari-hari.  Hal inilah yang dimaksud Paulus ketika dia menyinggung masa lalu  hidupnya (ay. 9-11).

Tugas kita sebagai Gereja yang hidup untuk konsisten bersaksi sekalipun dalam tantangan. Bukan mengundurkan diri jika menemui tantangan pelayanan. Justru menjadikan tantangan sebagai peluang dengan  bentuk kesaksian adalah dengan ucapan tetapi juga sikap hidup kita yang konsisten  menunjukan pertobatan dan sikap hidup Kristiani ! Amin    (~MyT~ Terang Tondano ed. 2)